Itusaya.com/Suku Kombai adalah salah satu suku asli Papua yang mendiami wilayah Citak, kabupaten Mitak Provinsi Papua Selatan yang terletak di perbatasan antara kabupaten Yohikimo, Jayawijaya dan kabupaten Boven Digoel.
Suku ini disebut sebagai suku terakhir dari zaman batu yang masih ada di dunia. Mereka merupakan salah satu suku terasing di Indonesia yang masih mempertahankan tradisi lisan dan budaya mereka yang sangat kental.
Suku kombai masih menggunakan bahasa Papua yang berasal dari Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan dengan dialek Tayan.
Soal keyakinan, suku ini masih menyembah ilah-ilah serta ritual-ritual Agamawi yang bersifat tradisional. Hal ini di sebut paham kargoisme yang merupakan salah satu bentuk kesepakatan.
Untuk tempat tinggal, Suku Kombai membangun rumah mereka pada pohon dengan ketinggian 10 hingga 30 meter yang terbuat dari kayu, rotan, bilah bambu, dan kulit kayu dan dibutuhkan tangga lurus yang terbuat dari sebatang kayu untuk dapat mencapai rumah.
Selain hal diatas, suku kombai juga memiliki pembagian tugas antara kaum laki-laki/pria dan wanita/perempuan. Kaum pria bertugas menebang pohon dan pergi ke hutan untuk berburu, mulai dari kus-kus, babi hutan hingga burung kasuari.
Sementara itu kaum wanita dari suku ini bertugas mengasuh anak dan mencari sagu. Ciri khas dari kaum wanita suku Kombai adalah mereka biasa memakai rok pendek yang bahannya didapatkan dari kayu dan serat sagu.
Suku ini memiliki banyak keunikan seperti halnya bentuk aksesoris yang di kenakan bagi laki-laki, dan sangat berbeda dengan dengan perempuan. Bukan hanya itu, setiap aksesoris yang menempel pada dirinya semuanya berasal dari alam.
Aksesoris laki-laki
Mahkota kepala jenis pertama (fi rafhuo), terbuat dari kulit kus-kus pohon dan kulit kerang cowries dan rakhi, serta manik-manik rambut. Hiasan tersebut diikat di atas alis atau testa.
Mahkota kepala jenis kedua (mimina), terbuat dari tali rotan, pucuk daun sagu, dan manik-manik rumput (wame) yang digunakan sebagai top.
Hiasan hidung (yani), terbuat dari batu dan kulit kerang. Batu yang diasah seukuran hidung dan kerang yang dipotong ukuran sedang, dipasang di tengah-tengah antara lubang hidung
Hiasan lengan tangan (rafe), terbuat dari kulit pohon nibung. Kulit nibung dianyam bulat seukuran tangan.
Kalung (wuhu), terbuat dari gigi babi (aimba) dan kulit pohon melinjo (li). Gigi babi diikat pada anyaman tali pintalan melinjo dan digunakan pada leher.
Hiasan badan (ranggaleho), terbuat dari gigi anjing (manggi) dan kulit pohon melinjo (li). Gigi anjing diikat pada pintalan kulit melinjo. Hiasan ini disilang pada bagian badan.
Koteka (umo), terbuat dari moncong burung taong-taong (riambo) dan kulit labu. Hiasan ini dipakai pada alat kelamin lelaki.
Gelang kaki (dofi), terbuat dari kulit pohon nibung. Kulit nibung dianyam bulat seukuran pergelangan kaki.
Aksesoris perempuan
Mahkota kepala 1 (amyamoho), terbuat dari manik-manik rumput. Hiasan ini diikat di atas alis atau testa.
Mahkota kepala jenis kedua (amyamoho), terbuat dari pucuk pohon sagu. Hiasan ini dianyam dan diikat di atas kepala.
Hiasan hidung (yani), terbuat dari batu. Batu yang diasah seukuran hidung dipasang di tengah-tengah antara lubang hidung.
Hiasan lengan tangan (rafe), terbuat dari kulit pohon nibung hutan. Kulit nibung dianyam bulat seukuran tangan.
Kalung (aerali), terbuat dari gigi babi dan kulit pohon melinjo. Gigi babi diikat pada anyaman tali pintalan melinjo dan digunakan pada bagian leher.
Hiasan badan (ranggaleho), terbuat dari gigi anjing dan kulit pohon melinjo. Gigi anjing diikat pada pintalan kulit melinjo. Hiasan ini disilang pada bagian badan.
Rumbai-rumbai atau rok (fiyo), terbuat dari pucuk daun sagu Hiasan ini dipintal dan dibuat berbentuk rok rumbai-rumbai.
Bra atau pakian dalam (ranggali), terbuat dari kulit pohon melinjo. Kulit pohon melinjo dipintal dan dianyam berbentuk pakaian dalam.
https://kumparan.com
https://id.m.wikipedia.org