Itusaya.com/Suku Korowai merupakan salah satu suku terasing yang hidup di pedalaman hutan Papua. tepatnya di wilayah Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, dan Boven Digoel.
Kehidupan suku ini masih sangat primitif dengan hidupnya yang nomaden dan mengikuti adat Anim-Ha yang menitikberatkan semua kebutuhan kehidupannya lewat alam.
Suku ini bertahan hidup dengan cara meramu. Kehidupan sehari-harinya dihabiskan untuk meramu di wilayah Sungai Dairom Kabur dan Sirek
Suku Korowai menggunakan bahasa jenis phylum sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa ini termasuk rumpun dari bahasa Ndumut.
Ketika hendak menikah, mereka menggunakan maskawin dari tali gigi anjing dan babi serta tali bono dengan jumlah ditentukan oleh keluarga perempuan.
Panjang tali tersebut mencapai 1-2 meter yang membutuhkan sekitar 20-30 ekor anjing untuk diambil gigi taringnya.
Selain tidak tersentuh oleh modernitas zaman, suku ini memiliki keunikan lainnya, yaitu tinggal di rumah pohon. suku Korowai membangun rumah-rumah mereka di atas ketinggian 8 hingga 15 meter. Bahkan, ada juga rumah yang dibangun hingga 45 meter di atas pohon yang tinggi.
Suku Korowai biasanya menggunakan pohon beringin sebagai tiang penyangga rumah. Sementara itu, struktur rumah dibangun dengan ranting pohon, rotan, dan kulit pohon sagu. Rumah ini dibangun tanpa paku, hanya mengikat struktur tersebut dengan tali rotan yang mereka buat sendiri.
Rumah pohon ini biasanya dapat bertahan selama tiga hingga lima tahun. Pembangunannya dilakukan oleh para pria suku Korowai dan memakan waktu sekitar tiga hari. Untuk keamanan, rumah ini dilengkapi dengan pembatas kayu. Untuk masuk ke rumah, suku Korowai menggunakan tangga gantung yang memanjang dari atas pohon.
Suku Korowai meyakini bahwa wujud iblis tersebut menyerupai mayat hidup yang berkeliaran pada malam hari untuk mencari keluarga mereka.
Namun, lebih dari itu, rumah pohon tersebut dapat melindungi suku Korowai dari serangga dan binatang buas. Selain itu, rumah pohon yang tinggi ini dapat membuat suku Korowai merasa jauh lebih aman dari serangan musuh.
Rumah pohon suku Korowai tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga simbol hubungan sosial di antara mereka. Struktur rumah ini mencerminkan hubungan antaranggota keluarga. Sebuah rumah seringkali tidak hanya ditempati oleh pasangan suami-istri dan anak-anak mereka, tetapi juga oleh saudara mereka beserta keluarga.
Dalam kehidupan sehari-hari, rumah menjadi tempat berlindung dari angin dan hujan. Namun, rumah juga menjadi tempat yang menciptakan kualitas hubungan sosial yang istimewa antara anggota komunitas Korowai.
Terdapat dua golongan masyarakat Suku Korowai, yaitu masyarakat zaman batu dan zaman besi.
Masyarakat zaman batu adalah masyarakat primitif yang masih menggunakan peralatan batu untuk bertahan hidup mulai dari mencari makanan hingga memasak makanan.
Berbeda dengan masyarakat zaman besi yang menggunakan alat-alat dari besi seperti parang, pisau besi, hingga kapak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Suku Korowai sangat menghargai batas wilayah setiap suku. Jadi, meskipun hidupnya selalu berpindah tempat, mereka tidak akan melewati batasan wilayahnya.
Mereka adalah masyarakat yang sangat menghargai hak orang lain dan paham aturan adat.
Misalnya ketika sedang berburu dan hewan buruannya mati di tanah suku lain. Masyarakat Korowai akan mengambilnya dengan meminta izin terlebih dahulu.