Suku Kajang Sangat Akrab dengan Alam

Itusaya.com merupakan media independen yang dikelola secara mandiri dengan menyajikan berbagai keindahan dan keunikan yang ada di alam semesta.

itusaya.com/Suku Kajang adalah suku yang mendiami salah satu wilayah yang terletak di kabupaten Bulukumba. Suku ini juga di kenal dengan suku hitam atau Ammatoa yang masih memegang teguh adat dan tradisi dalam mengelola dan melestarikan lingkungan mereka. Sehingga sampai saat ini kelestarian lingkungan serta kondisi alamnya masih sangat terjaga.

Uniknya karena suku Kajang memiliki suatu pranata budaya bernama "pasang ri kajang" yang bisa diartikan sebagai pesan, hukum, atau pengetahuan yang diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi. "pasang" merupakan pedoman tetinggi dalam kehidupan yang tidak boleh di langgar oleh siapapun.

Bagi suku ini, alam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka sehingga harus dikelola dan di jaga dengan baik. “Anjo boronga anre nakulle nipanraki. Punna nipanraki boronga, nupanrakki kalennu”, yang berarti “Hutan tidak boleh dirusak. Bila engkau merusaknya, sama halnya engkau merusak dirimu sendiri.” 

Ini adalah salah satu contoh "pasang" atau pesan yang harus di junjung tinggi agar ekosistem hutan tetap terjaga. Menurut keyakinan Suku Kajang, hutan memiliki fungsi ritual dan ekologis. Sehingga keberadaannya sangatlah penting bagi kehidupan mereka.

Mereka meyakini bahwa hutan adalah tempat sakral karena dari sinilah bumi pertama kali dibuat, sehingga menjadi tempat untuk melakukan berbagai upacara adat. 

Selain itu, mereka juga meyakini bahwa hutan merupakan sumber hujan dan sumber air dalam bahasa kajang di istikahkan (tumbusu’). 

Hal inilah yang semakin mengeratkan kepercayaan mereka akan pentingnya keberadaan hutan sehingga dibuatlah beberapa aturan tentang larangan menebang pohon, berburu satwa, merusak rumah lebah, bahkan mencabut rumput. 

Masyarakat Suku Kajang juga hidup dalam sebuah filosofi bernama Kamase-masea, yaitu cara hidup tradisional dan bersahaja.

Filosofi ini mengajarkan untuk hidup sederhana dan secukupnya sehingga pengelolaan sumber daya alam di hutan dilakukan untuk menjaga keseimbangan ekologisnya. 

Hal inilah yang membuat kawasan hutan mereka sehingga dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

Hutan keramat (Borong Karamaka),

Kawasan hutan yang terlarang untuk semua jenis kegiatan kecuali kegiatan adat atau upacara ritual. Tidak boleh ada penebangan, pengukuran luas tanah, atau kegiatan lain yang mengganggu flora dan fauna di kawasan ini. 

Orang yang melanggar akan dikenai denda dan harus mengembalikan kayu yang diambil ke hutan. 

Hutan perbatasan (Borong Batasayya),

Hutan yang diperbolehkan untuk diambil kayunya dengan izin Ammatoa sepanjang persediaan masih ada. Kayu yang bisa diambil hanya beberapa jenis saja dan digunakan untuk tujuan khusus, seperti membangun sarana umum atau rumah bagi warga yang tidak mampu.

Pengambilan kayu dari hasil menebang pohon harus disertai dengan penanaman pohon pengganti. 

Hutan rakyat (Borong Luara’), 

Hutan yang bisa di kelola oleh masyarakat suku kajang namun tetap harus sesuai dengan aturan-aturan adat. 

IS Media menggunakan cookie untuk menawarkan dan memastikan pengalaman menjelajah yang lebih baik. Selengkapnya!