Uniknya 14 Prosesi Adat Pernikahan Suku Bugis

Suku bugis yang bermukim di Tanah Sulawesi Selatan memiliki beragam adat dan budaya yang cukup unik dalam pelaksanaan prosesi pernikahan.


www.itusaya.com /Setiap suku di berbagai daerah pastinya memiliki prosesi atau adat pernikahan yang berbeda-beda, seperti halnya suku bugis, suku yang bermukim di Tanah Sulawesi Selatan ini memiliki beragam adat dan budaya yang cukup unik dalam pelaksanaan prosesi pernikahan.

Adat dan budaya yang merupakan rangkaian dari prosesi nikah pun tak main-main karena membutuhkan waktu, tenaga, serta biaya yang tidak sedikit. Namun inilah keunikan tersendiri dari adat dan budaya yang perlu dikuti karena jika satu diantara berbagai prosesi adat tidak dijalankan, maka pernikahannya dianggap tidak sempurnah.

Penasaran dengan berbagai adat dan budaya dalam pelaksanaan prosesi pernikahan Suku Bugis, yuk kita lihat 14 prosesi dibawah ini yang harus dilalui jika mempersunting gadis dari Suku Bugis

1) Mammanu'-manu'

Prosesi ini dilakukan sebelum upacara pernikahan berlangsung. Dimana keluarga calon mempelai laki-laki mendatangi orangtua mempelai perempuan dan meminta izin serta meminta persetujuan kepada keluarga perempuan untuk mempersunting anak gadisnya. Selain meminta persetujuan, lazimnya dalam momen ini juga sudah dibahas mengenai besaran nilai uang panai, serta hal-hal lain yang dianggap penting untuk dibahas. 

2) Mappetuada

Setelah tahap mammanu'-manu' selesai, maka akan lanjut ke tahap mappetuada. Acara mappetuada biasanya dihadiri oleh keluarga dari keduabelah pihak. Tahap ini bertujuan untuk menyepakati beberapa hal diantaranya penentuan tanggal pernikahan, mahar dan lain-lain. Biasanya di mappetuada, pinangan diresmikan dengan menyematkan cincin kepada pihak perempuan sebagai tanda ikatan persetujuan untuk melaksanakan pernikahan.

3) Mappasau Botting & Cemme Passih

Setelah udangan tersebar, selanjutnya dilakukan mappasau botting, yang berarti merawat pengantin, adalah ritual awal dalam upacara pernikahan. Acara ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut sebelum hari H. Selama tiga hari, pengantin menjalani perawatan tradisional seperti mandi uap dan menggunakan bedak hitam dari campuran beras ketan, asam Jawa dan jeruk nipis. Cemme passih sendiri dipercaya sebagai mandi untuk tolak balak yang dilakukan untuk meminta perlindungan Tuhan dari bahaya. Upacara ini umumnya dilakukan pada pagi hari, sehari sebelum hari H.

4) Mappanre Temme

Prosesi selanjutnya yakni Mappanre Temme atau dengan istilah lain khatam Al-Qur’an. Biasanya dilakukan pada sore hari sehari sebelum hari pernikahan dengan melakukan ritual barazanji yang dipimpin oleh seorang imam.

5) Mappasili

Mappasili sendiri merupakan prosesi siraman. Prosesi siraman ini bertujuan untuk tolak bala dan membersihkan calon mempelai lahir dan batin. Biasanya air siraman atau mappasili diambil dari tujuh mata air dan juga berisi tujuh macam bunga. Selain itu terdapat juga koin di dalam air mappasili.

Selesai mappasili, tamu undangan yang hadir akan berebut koin yang terdapat di dalam air mappasili. Koin yang didapatkan akan diberikan kepada anaknya yang belum menikah. Ada kepercayaan di orang-orang Bugis Makassar kalau anaknya akan mudah mendapatkan jodoh setelah memiliki koin tersebut. Selain itu, saudara dan sepupu dari calon mempelai yang belum menikah biasanya akan ikut dimandikan setelah calon mempelai selesai. Semua itu dilakukan agar saudara dan sepupu dari calon mempelai juga menjadi enteng jodoh.

6) Mappacci

Prosesi ini biasanya dilakukan pada malam hari, sehari sebelum acara pernikahan. Biasanya dilakukan oleh kedua belah pihak, baik pihak laki-laki maupun perempuan dengan ritual tertentu. Pihak keluarga akan bergantian untuk memberikan restu kepada sang pengantin.

7) Mappenre Botting

Selanjutnya prosesi Mappenre botting yang berarti mengantar mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan. Mempelai laki-laki diantar oleh iring-iringan tanpa kehadiran orangtuanya. Iring-iringan tersebut biasanya terdiri dari indo botting (inang pengantin) dan passepi (pendamping mempelai).

8) Madduppa Botting

Selanjutnya, dilakukan madduppa botting atau penyambutan kedatangan mempelai laki-laki. Penyambutan ini biasanya dilakukan oleh dua orang penyambut (satu remaja perempuan dan satu remaja laki-laki), dua orang pakkusu-kusu (perempuan yang sudah menikah), dua orang pallipa sabbe (orangtua laki-laki dan perempuan setengah baya sebagai wakil orangtua mempelai perempuan). Terkadang juga disambut dengan tarian tertentu, serta seorang perempuan penebar wenno yang terbuat dari padi yang disangrai serta beras.

9) Mappasikarawa / Mappasiluka

Setelah akad nikah, mempelai laki-laki dituntun menuju kamar mempelai perempuan untuk melakukan sentuhan pertama. Bagi suku Bugis, sentuhan pertama mempelai laki-laki memegang peran penting dalam keberhasilan kehidupan rumah tangga pengantin.

10) Marola / Mapparola

Pada prosesi ini, mempelai perempuan melakukan kunjungan balasan ke rumah mempelai lelaki. Bersama dengan iring-iringannya, pengantin perempuan membawa sarung tenun sebagai hadiah pernikahan untuk keluarga suami.

11) Mallukka Botting

Selanjutnya, Malluka Botting. Kedua pengantin menanggalkan busana pengantin mereka. Setelah itu pengantin laki-laki umumnya mengenakan celana panjang hitam, kemeja panjang putih dan kopiah, sementara pengantin perempuan menggunakan rok atau celana panjang, kebaya dan kerudung. Kemudian pengantin laki-laki dililitkan tubuhnya dengan tujuh lembar kain sutera yang kemudian dilepas satu persatu.

12) Ziarah

Sehari setelah hari pernikahan berlangsung, kedua pengantin, bersama dengan keluarga pengantin perempuan melakukan ziarah ke makam leluhur atau keluarga yang telah meninggal. Ziarah ini merupakan bentuk penghormatan dan syukur atas pernikahan yang telah berlangsung lancar.

13) Mappano diuaye

Pada tahap ini, pengantin perempuan dan pengantin laki-laki beserta keluarga berkunjung ke sungai dengan membawa beberapa bekal yang dimasukkan kedalam sebuah box yang terbuat dari anyaman bambu. Kalau orang bugis menyebut Kanreana. Kemudian dihanyutkan di sungai.

14) Massita Baiseng

Sebagai penutup rangkaian acara pernikahan, kedua keluarga pengantin bertemu di rumah pengantin perempuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun tali silaturahmi antara kedua keluarga.

Demikianlah beberapa tahapan yang harus dilalui jika melangsungkan pernikahan dengan suku bugis. Meskipun sudah ada beberapa yang mulai bergeser karena pengaruh modernisasi, namun, bagi suku bugis yang masih kental menganggap bahwa prosesi ini menjadi kewajiban untuk tetap dilakukan.

IS Media menggunakan cookie untuk menawarkan dan memastikan pengalaman menjelajah yang lebih baik. Selengkapnya!