www.itusaya.com/Sidenreng Rappang sering disingkat dengan nama Sidrap adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sidenreng. Sidenreng Rappang memiliki luas wilayah 2.506,19 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 264.955 jiwa. Kabupaten Sidenreng Rappang berjarak ± 200 km dari Makassar dan terletak di persimpangan antara jalur ke Palopo dan Toraja.
Untuk menuju daerah ini bisa menggunakan bus jurusan Palopo atau Toraja, mobil penumpang umum.
Berdasarkan Lontara’ Mula Ri Timpakenna Tana’e Ri Sidenreng, dikisahkan tentang seorang raja bernama Sangalla. Ia adalah seorang raja di Tana Toraja. Konon, Sangalla memiliki sembilan orang anak yaitu La Maddarammeng, La Wewanriru, La Togellipu, La Pasampoi, La Pakolongi, La Pababbari, La Panaungi, La Mampasessu, dan La Mappatunru. Sebagai saudara sulung, La Maddaremmeng selalu menekan dan mengintimidasi kedelapan adik-adiknya, bahkan daerah kerajaan adik-adiknya ia rampas semua. Karena semua adiknya tidak tahan lagi dengan perlakuan kakaknya, mereka pun sepakat meninggalkan Tana Toraja.
Karena perjalanan yang melelahkan, mereka kehausan lalu mencari jalan ke tepi genangan air di pinggir danau. Namun, danau itu ternyata berada di hutan yang lebat, sehingga sulit bagi mereka untuk mencapainya. Karena harus menembus semak belukar yang lebat, mereka pun sirenreng-renreng (saling berpegangan tangan). Sesampainya di sana, mereka minum sepuas-puasnya dan duduk beristirahat kemudian mandi.
Setelah itu, mereka berdiskusi bertukar pikiran tentang nasib yang mereka jalani. Akhirnya, mereka sepakat untuk bermukim di tempat itu. Di sanalah mereka memulai kehidupan baru untuk bertani, berkebun, menangkap ikan, dan beternak. Semakin hari, pengikut-pengikutnya pun semakin banyak. Tempat itulah yang kemudian dikenal “Sidenreng“, yang berasal dari kata sirenreng-renreng mencari jalan ke tepi danau, dan danau itulah yang sekarang dikenal dengan danau Sidenreng. Dari situ, terbentuk kerajaan Sidenreng.
Menurut sejarah, Sidenreng Rappang awalnya terdiri dari dua kerajaan, masing-masing Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Kedua kerajaan ini sangat akrab. Begitu akrabnya, sehingga sulit ditemukan batas pemisah. Bahkan dalam urusan pergantian kursi kerajaan, keduanya dapat saling mengisi. Seringkali pemangku adat Sidenreng justru mengisi kursi kerajaan dengan memilih dari komunitas orang Rappang.
Begitu pula sebaliknya, bila kursi kerajan Rappang kosong, mereka dapat memilih dari kerajaan Sidenreng. Itu pula sebabnya, sulit untuk mencari garis pembeda dari dua kerajaan tersebut. Dialek bahasanya sama, bentuk fisiknya tidak beda, bahasa sehari-harinya juga mirip. Kalaupun ada perbedaan yang menonjol, hanya dari posisi geografisnya saja. Wilayah Rappang menempati posisi sebelah Utara, sedangkan kerajaan Sidenreng berada di bagian Selatan.
Kedua kerajaan tersebut masing-masing memiliki sistem pemerintahan sendiri. Di kerajaan Sidenreng kepala pemerintahannya bergelar Addatuang. Pada pemerintahan Addatuang, keputusan berasal dari tiga sumber yaitu, raja, pemangku adat dan rakyat. Sedangkan di Kerajaan Rappang rajanya bergelar Arung Rappang dan menyandarkan sendi pemerintahanya pada aspirasi rakyat. Demokrasi sudah terlaksana pada setiap pengambilan kebijakan.
Demokrasi bagi kerajaan Rappang adalah sesuatu yang sangat penting, salah satu bentuk demokrasinya adalah penolakan diskriminasi gender. Perbedaan gender tidak menjadi masalah, khususnya bagi kaum wanita untuk meniti karier sebagaimana layaknya kaum pria. Buktinya, adalah emansipasi wanita sudah ditunjukkan dengan seorang perempuan yang menjadi rajanya, yaitu Raja Dangku, raja kesembilan yang terkenal cerdas, jujur, dan pemberani. Wanita yang kemudian dikenal sukses menjalankan roda pemerintahan di zamannya.
Pada saat pengakuan kedaulatan republik Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949, berakhirlah dinasti Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Setelah kemerdekaan, kerajaan Sidenreng lebih awal menunjukkan watak nasionalismenya dengan bersedia melepaskan sistem kerajaan mereka meskipun sistem itu sudah berlangsung lama, sampai 21 kali pergantian pemimpin.
Mereka memilih berubah dan menyatu dengan pola ketatanegaraan Indonesia. Kerajaan akhirnya melebur menjadi Kabupaten Sidenreng Rappang, dengan bupati pertamanya H. Andi Sapada Mapangile dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan Sidenreng Rappang dilakukan pemilihan umum untuk memilih bupati secara langsung pada tanggal 29 Oktober 2008 lalu.
Kabupaten Sidenreng Rappang terletak di diantara 30°43’ – 40°09’ Lintang Selatan dan 119°041’ – 120°010’ Bujur Timur. Kabupaten Sidenreng Rappang terletak pada ketinggian antara 10 m – 3.000 m dari permukaan laut (Mdpl) dengan puncak tertinggi berada di Gunung Botto Tallu (3.086 Mdpl). Keadaan Topografi wilayah di daerah ini sangat bervariasi berupa wilayah datar seluas 879.85 km² (46.72%), berbukit seluas 290.17 km² (15.43%) dan bergunung seluas 712.81 km2 (37.85%). Wilayah datar berada di bagian selatan dan barat. Wilayah perbukitan berada di bagian utara dan timur terutama di Kecamatan Pitu Riawa dan Kecamatan Pitu Riase. Di wilayah dataran rendah terdapat dua danau yaitu Danau Tempe dan Danau Sidenreng.
Pada wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang, terdapat 38 sungai yang mengaliri berbagai Kecamatan. Di Kecamatan Panca Lautang terdapat 6 (enam) aliran sungai sepanjang 33,75 Km, Kecamatan Tellu Limpoe dengan panjang 18 Km, Kecamatan Watang Pulu dengan panjang 39 Km, Kecamatan Baranti dengan panjang 15 Km, Kecamatan Panca Rijang dengan panjang 19,55 Km, Kecamatan Kulo dengan panjang 25,7 Km, Kecamatan Maritengngae dengan panjang 5 Km, Kecamatan Dua Pitue dengan panjang 68,46 Km sehingga merupakan Kecamatan yang memiliki aliran sungai terpanjang di Kabupaten Sidenreng Rappang. Sedangkan di Kecamatan Pitu Riawa dengan panjang 7,5 Km. Sejumlah sungai besar yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang antara lain Sungai Bila, Sungai Bulucenrana, Sungai Betao, Sungai Sidenreng, Sungai Bulete dan lainnnya.
Di daerah ini pernah hidup seorang tokoh cendikiawan Bugis yang cukup terkenal pada masa Addatuang Sidenreng dan Addatuang Rappang Dia bukan berasal dari kalangan keluarga istana, akan tetapi kepandaiannya dalam tata hukum negara dan pemerintahan membuat namanya cukup tersohor. Sebuah tatanan hukum yang sampai saat ini masih diabadikan di Sidenreng, yaitu: Naiya Ade'e De'nakkeambo, de'to nakkeana, artinya: Sesungguhnya adat itu tidak mengenal Bapak dan tidak mengenal Anak. Kata bijaksana itu dikeluarkan Nene Mallomo' ketika dipanggil oleh Raja untuk memutuskan hukuman kepada putera Nenek Mallomo' yang mencuri peralatan bajak tetangga sawahnya.
Dalam Lontara' La Toa, Nene Mallomo' disepadankan dengan tokoh-tokoh Bugis-Makassar lainnya, seperti I Lagaligo, Puang Rimaggalatung, Kajao Laliddo dan sebagainya. Keberhasilan panen padi di Sidenreng karena ketegasan Nene Mallomo' dalam menjalankan hukum, hal ini terlihat dalam budaya masyarakat setempat dalam menentukan masa tanam melalui musyawarah yang disebut TUDANG SIPULUNG (Tudang = Duduk, Sipulung = Berkumpul atau dapat diterjemahkan sebagai suatu Musyawarah Besar) yang dihadiri oleh para Pallontara (ahli mengenai buku Lontara') dan tokoh-tokoh masyarakat adat.
Apa saja sih yang menarik sehingga Sidrap wajib di kunjungi jika berkunjung ke tanah Sulawesi?
Taman Wisata Puncak Bila
Sidrap memiliki destinasi wisata Taman Wisata Puncak Bila. Sebuah destinasi wisata yang terletak di Desa Bila Riase, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidrap. Destinasi ini cukup menarik untuk dikunjungi karena terbilang unik dengan perpaduan antara wisata modern dan alaminya alam sekitar. Selain itu, destinasi ini juga menyediakan berbagai fasilitas menarik seperti waterboom, spot sepeda raksasa yang konon katanya terbesar di dunia, Flyng fox, serta berbagai spot dan permainan lain yang cukup menggugah hati untuk ikut bermain dan berselfi bareng.
Kincir Angin Raksasa
Sidrap memiliki Kincir Angin Raksasa. Kincir Angin ini kini menjadi ikon kota Sidrap. Meskipun Kincir Angin ini diperuntukan bukan untuk destinasi wisata, namun keindahannya membuat para pengunjung tertarik untuk berkunjung kesini. Apalagi letaknya yang berada di puncak membuat keberadaan kincir ini semakin indah ditambah lagi dengan pesona alam disekitarnya. Kincir Angin Raksasa ini terletak di Desa Mattirotasi, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap.
Taman Bulgeria Art Bonsai
Sidrap memiliki Taman Bulgeria Art Bonsai. Sebuah taman yang terletak di Desa Bulo, Kecamatan Panca Rijang, Kabupaten Sidrap. Taman ini menyuguhkan pemandangan eksotis yang memikat dengan ratusan koleksi tanaman hias berupa bonsai yang siap memanjakan mata. Jumlah bonsai yang ada di taman ini berkisar 120 jenis, makanya tak lengkap rasanya jika berada di taman ini namun tidak mengabadikan momen.
Tambang Batu Allakuang
Sidrap memiliki Tambang Batu Allakuang. Sebuah tambang yang berada di gunung Allakuang Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap. Tambang ini memiliki daya tarik dengan keindahan disekitarnya sehingga banyak pengunjung yang berkunjung kesini. Tambang batu ini menjadi lahan mata pencaharian penduduk sekitar dimana batu dari tambang ini banyak digunakan untuk dibuat bahan ukiran batu, alat rumah tangga dan kreatifitas lain yang sejenis.
Puncak Malloci Sidrap
Sidrap memiliki Puncak Mallocci. Sebuah puncak yang sebenarnya bukanlah sebuah destinasi wisata, namun karena keindahannya yang sangat eksotis sehingga banyak yang mengunjungi tempat ini sekedar mengabadikan momen sekaligus dapat menyaksikan keindahan dari atas puncak. Puncak malloci terletak Desa Buae, Kecamatan Wattang Pulu, Kabupaten Sidrap.
Trans Park Sidrap
Sidrap memiliki Trans Park. Sebuah destinasi wisata buatan yang menyediakan berbagai macam wahana permainan air. Jaraknya yang dekat dengan pusat kota membuat destinasi ini banyak dikunjungi, hanya berjarak sekitar 9,5 km dari pusat kota. Selain fasilitas yang cukup memadai, panorama alam di perbukitan yang begitu eksotis juga dijamin tidak akan mengecewakan. Destinasi wisata ini terletak di Kelurahan Lawawoi, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap.
Taman Usman Isa
Sidrap memiliki Taman Usman Isa. Sebuah taman yang terletak di pusat kota berada di Jalan Ahmad Yani. Taman ini terbilang unik dengan desain yang menarik. Keunikan dari taman ini membuat pengunjung betah. Bahkan banyak pengunjung yang datang hanya sekedar mengabadikan momen.
Rumah Adat Datae
Sidrap memiliki Rumah Adat Datae. Sebuah lokasi yang memuat 11 rumah adat dari 11 kecamatan. Disini pengunjung dapat menyaksikan secara langsung bentuk dari rumah adat sekaligus beberapa peninggalan sejarah dan buadaya. Rumah adat ini terletak di Kelurahan Lawawoi, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap.
Danau Sidenreng
Sidrap memiliki Danau Sidenreng. Sebuah danau yang terltak di Desa Mojong, Kecamatan Watang Sidenreng, Kabupaten Sidrap. Danau ini kerap dijadikan lokasi perlombaan perahu dayang dan juga sering digunakan sebagai tempat untuk melangsungkan upacara atau ritual adat. Di danau ini tersedia perahu kecil yang dapat di sewa oleh pengunjung jika ingin menikmati keindahan danau.
Bukit larua
Sidrap memiliki Bukit Larua. Sebuah bukit yang memiliki pemandangan yang sangat indah. Banyak hal yang dapat disaksikan dari bukit ini. Pemandangan cantik dengan rerumputan hijau alami menjadi ciri khas dari bukit ini. namun jika ingin berkunjung, disarankan untuk untuk berkunjung di pagi hari atau sore hari untuk menghindari sinar matahari. Bukit ini terletak di Larua, Pangkajenne, Kabupaten Sidrap.
Air Terjun Salu Maridi
Sidrap Memiliki Air Terjun Salu Maridi. Sebuah air terjun yang memiliki susunan air yang bertingkat menyerupai “Niagara” yang tersembunyi. Suasana alam yang begitu asri dan hembusan angin segar dari aliran air terjun membuat pengunjung akan merasa betah dan enggan untuk beranjak dari tempat ini. Air terjun ini terletak di Desa Leppangang, Kecamatan Pituriase, Kabupaten Sidrap.
www.itusaya.com
Untuk menuju daerah ini bisa menggunakan bus jurusan Palopo atau Toraja, mobil penumpang umum.
Berdasarkan Lontara’ Mula Ri Timpakenna Tana’e Ri Sidenreng, dikisahkan tentang seorang raja bernama Sangalla. Ia adalah seorang raja di Tana Toraja. Konon, Sangalla memiliki sembilan orang anak yaitu La Maddarammeng, La Wewanriru, La Togellipu, La Pasampoi, La Pakolongi, La Pababbari, La Panaungi, La Mampasessu, dan La Mappatunru. Sebagai saudara sulung, La Maddaremmeng selalu menekan dan mengintimidasi kedelapan adik-adiknya, bahkan daerah kerajaan adik-adiknya ia rampas semua. Karena semua adiknya tidak tahan lagi dengan perlakuan kakaknya, mereka pun sepakat meninggalkan Tana Toraja.
Karena perjalanan yang melelahkan, mereka kehausan lalu mencari jalan ke tepi genangan air di pinggir danau. Namun, danau itu ternyata berada di hutan yang lebat, sehingga sulit bagi mereka untuk mencapainya. Karena harus menembus semak belukar yang lebat, mereka pun sirenreng-renreng (saling berpegangan tangan). Sesampainya di sana, mereka minum sepuas-puasnya dan duduk beristirahat kemudian mandi.
Setelah itu, mereka berdiskusi bertukar pikiran tentang nasib yang mereka jalani. Akhirnya, mereka sepakat untuk bermukim di tempat itu. Di sanalah mereka memulai kehidupan baru untuk bertani, berkebun, menangkap ikan, dan beternak. Semakin hari, pengikut-pengikutnya pun semakin banyak. Tempat itulah yang kemudian dikenal “Sidenreng“, yang berasal dari kata sirenreng-renreng mencari jalan ke tepi danau, dan danau itulah yang sekarang dikenal dengan danau Sidenreng. Dari situ, terbentuk kerajaan Sidenreng.
Menurut sejarah, Sidenreng Rappang awalnya terdiri dari dua kerajaan, masing-masing Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Kedua kerajaan ini sangat akrab. Begitu akrabnya, sehingga sulit ditemukan batas pemisah. Bahkan dalam urusan pergantian kursi kerajaan, keduanya dapat saling mengisi. Seringkali pemangku adat Sidenreng justru mengisi kursi kerajaan dengan memilih dari komunitas orang Rappang.
Begitu pula sebaliknya, bila kursi kerajan Rappang kosong, mereka dapat memilih dari kerajaan Sidenreng. Itu pula sebabnya, sulit untuk mencari garis pembeda dari dua kerajaan tersebut. Dialek bahasanya sama, bentuk fisiknya tidak beda, bahasa sehari-harinya juga mirip. Kalaupun ada perbedaan yang menonjol, hanya dari posisi geografisnya saja. Wilayah Rappang menempati posisi sebelah Utara, sedangkan kerajaan Sidenreng berada di bagian Selatan.
Kedua kerajaan tersebut masing-masing memiliki sistem pemerintahan sendiri. Di kerajaan Sidenreng kepala pemerintahannya bergelar Addatuang. Pada pemerintahan Addatuang, keputusan berasal dari tiga sumber yaitu, raja, pemangku adat dan rakyat. Sedangkan di Kerajaan Rappang rajanya bergelar Arung Rappang dan menyandarkan sendi pemerintahanya pada aspirasi rakyat. Demokrasi sudah terlaksana pada setiap pengambilan kebijakan.
Demokrasi bagi kerajaan Rappang adalah sesuatu yang sangat penting, salah satu bentuk demokrasinya adalah penolakan diskriminasi gender. Perbedaan gender tidak menjadi masalah, khususnya bagi kaum wanita untuk meniti karier sebagaimana layaknya kaum pria. Buktinya, adalah emansipasi wanita sudah ditunjukkan dengan seorang perempuan yang menjadi rajanya, yaitu Raja Dangku, raja kesembilan yang terkenal cerdas, jujur, dan pemberani. Wanita yang kemudian dikenal sukses menjalankan roda pemerintahan di zamannya.
Pada saat pengakuan kedaulatan republik Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949, berakhirlah dinasti Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Setelah kemerdekaan, kerajaan Sidenreng lebih awal menunjukkan watak nasionalismenya dengan bersedia melepaskan sistem kerajaan mereka meskipun sistem itu sudah berlangsung lama, sampai 21 kali pergantian pemimpin.
Mereka memilih berubah dan menyatu dengan pola ketatanegaraan Indonesia. Kerajaan akhirnya melebur menjadi Kabupaten Sidenreng Rappang, dengan bupati pertamanya H. Andi Sapada Mapangile dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan Sidenreng Rappang dilakukan pemilihan umum untuk memilih bupati secara langsung pada tanggal 29 Oktober 2008 lalu.
Kabupaten Sidenreng Rappang terletak di diantara 30°43’ – 40°09’ Lintang Selatan dan 119°041’ – 120°010’ Bujur Timur. Kabupaten Sidenreng Rappang terletak pada ketinggian antara 10 m – 3.000 m dari permukaan laut (Mdpl) dengan puncak tertinggi berada di Gunung Botto Tallu (3.086 Mdpl). Keadaan Topografi wilayah di daerah ini sangat bervariasi berupa wilayah datar seluas 879.85 km² (46.72%), berbukit seluas 290.17 km² (15.43%) dan bergunung seluas 712.81 km2 (37.85%). Wilayah datar berada di bagian selatan dan barat. Wilayah perbukitan berada di bagian utara dan timur terutama di Kecamatan Pitu Riawa dan Kecamatan Pitu Riase. Di wilayah dataran rendah terdapat dua danau yaitu Danau Tempe dan Danau Sidenreng.
Pada wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang, terdapat 38 sungai yang mengaliri berbagai Kecamatan. Di Kecamatan Panca Lautang terdapat 6 (enam) aliran sungai sepanjang 33,75 Km, Kecamatan Tellu Limpoe dengan panjang 18 Km, Kecamatan Watang Pulu dengan panjang 39 Km, Kecamatan Baranti dengan panjang 15 Km, Kecamatan Panca Rijang dengan panjang 19,55 Km, Kecamatan Kulo dengan panjang 25,7 Km, Kecamatan Maritengngae dengan panjang 5 Km, Kecamatan Dua Pitue dengan panjang 68,46 Km sehingga merupakan Kecamatan yang memiliki aliran sungai terpanjang di Kabupaten Sidenreng Rappang. Sedangkan di Kecamatan Pitu Riawa dengan panjang 7,5 Km. Sejumlah sungai besar yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang antara lain Sungai Bila, Sungai Bulucenrana, Sungai Betao, Sungai Sidenreng, Sungai Bulete dan lainnnya.
Di daerah ini pernah hidup seorang tokoh cendikiawan Bugis yang cukup terkenal pada masa Addatuang Sidenreng dan Addatuang Rappang Dia bukan berasal dari kalangan keluarga istana, akan tetapi kepandaiannya dalam tata hukum negara dan pemerintahan membuat namanya cukup tersohor. Sebuah tatanan hukum yang sampai saat ini masih diabadikan di Sidenreng, yaitu: Naiya Ade'e De'nakkeambo, de'to nakkeana, artinya: Sesungguhnya adat itu tidak mengenal Bapak dan tidak mengenal Anak. Kata bijaksana itu dikeluarkan Nene Mallomo' ketika dipanggil oleh Raja untuk memutuskan hukuman kepada putera Nenek Mallomo' yang mencuri peralatan bajak tetangga sawahnya.
Dalam Lontara' La Toa, Nene Mallomo' disepadankan dengan tokoh-tokoh Bugis-Makassar lainnya, seperti I Lagaligo, Puang Rimaggalatung, Kajao Laliddo dan sebagainya. Keberhasilan panen padi di Sidenreng karena ketegasan Nene Mallomo' dalam menjalankan hukum, hal ini terlihat dalam budaya masyarakat setempat dalam menentukan masa tanam melalui musyawarah yang disebut TUDANG SIPULUNG (Tudang = Duduk, Sipulung = Berkumpul atau dapat diterjemahkan sebagai suatu Musyawarah Besar) yang dihadiri oleh para Pallontara (ahli mengenai buku Lontara') dan tokoh-tokoh masyarakat adat.
Apa saja sih yang menarik sehingga Sidrap wajib di kunjungi jika berkunjung ke tanah Sulawesi?
Taman Wisata Puncak Bila
Sidrap memiliki destinasi wisata Taman Wisata Puncak Bila. Sebuah destinasi wisata yang terletak di Desa Bila Riase, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidrap. Destinasi ini cukup menarik untuk dikunjungi karena terbilang unik dengan perpaduan antara wisata modern dan alaminya alam sekitar. Selain itu, destinasi ini juga menyediakan berbagai fasilitas menarik seperti waterboom, spot sepeda raksasa yang konon katanya terbesar di dunia, Flyng fox, serta berbagai spot dan permainan lain yang cukup menggugah hati untuk ikut bermain dan berselfi bareng.
Kincir Angin Raksasa
Sidrap memiliki Kincir Angin Raksasa. Kincir Angin ini kini menjadi ikon kota Sidrap. Meskipun Kincir Angin ini diperuntukan bukan untuk destinasi wisata, namun keindahannya membuat para pengunjung tertarik untuk berkunjung kesini. Apalagi letaknya yang berada di puncak membuat keberadaan kincir ini semakin indah ditambah lagi dengan pesona alam disekitarnya. Kincir Angin Raksasa ini terletak di Desa Mattirotasi, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap.
Taman Bulgeria Art Bonsai
Sidrap memiliki Taman Bulgeria Art Bonsai. Sebuah taman yang terletak di Desa Bulo, Kecamatan Panca Rijang, Kabupaten Sidrap. Taman ini menyuguhkan pemandangan eksotis yang memikat dengan ratusan koleksi tanaman hias berupa bonsai yang siap memanjakan mata. Jumlah bonsai yang ada di taman ini berkisar 120 jenis, makanya tak lengkap rasanya jika berada di taman ini namun tidak mengabadikan momen.
Tambang Batu Allakuang
Sidrap memiliki Tambang Batu Allakuang. Sebuah tambang yang berada di gunung Allakuang Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap. Tambang ini memiliki daya tarik dengan keindahan disekitarnya sehingga banyak pengunjung yang berkunjung kesini. Tambang batu ini menjadi lahan mata pencaharian penduduk sekitar dimana batu dari tambang ini banyak digunakan untuk dibuat bahan ukiran batu, alat rumah tangga dan kreatifitas lain yang sejenis.
Puncak Malloci Sidrap
Sidrap memiliki Puncak Mallocci. Sebuah puncak yang sebenarnya bukanlah sebuah destinasi wisata, namun karena keindahannya yang sangat eksotis sehingga banyak yang mengunjungi tempat ini sekedar mengabadikan momen sekaligus dapat menyaksikan keindahan dari atas puncak. Puncak malloci terletak Desa Buae, Kecamatan Wattang Pulu, Kabupaten Sidrap.
Trans Park Sidrap
Sidrap memiliki Trans Park. Sebuah destinasi wisata buatan yang menyediakan berbagai macam wahana permainan air. Jaraknya yang dekat dengan pusat kota membuat destinasi ini banyak dikunjungi, hanya berjarak sekitar 9,5 km dari pusat kota. Selain fasilitas yang cukup memadai, panorama alam di perbukitan yang begitu eksotis juga dijamin tidak akan mengecewakan. Destinasi wisata ini terletak di Kelurahan Lawawoi, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap.
Taman Usman Isa
Sidrap memiliki Taman Usman Isa. Sebuah taman yang terletak di pusat kota berada di Jalan Ahmad Yani. Taman ini terbilang unik dengan desain yang menarik. Keunikan dari taman ini membuat pengunjung betah. Bahkan banyak pengunjung yang datang hanya sekedar mengabadikan momen.
Rumah Adat Datae
Sidrap memiliki Rumah Adat Datae. Sebuah lokasi yang memuat 11 rumah adat dari 11 kecamatan. Disini pengunjung dapat menyaksikan secara langsung bentuk dari rumah adat sekaligus beberapa peninggalan sejarah dan buadaya. Rumah adat ini terletak di Kelurahan Lawawoi, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap.
Danau Sidenreng
Sidrap memiliki Danau Sidenreng. Sebuah danau yang terltak di Desa Mojong, Kecamatan Watang Sidenreng, Kabupaten Sidrap. Danau ini kerap dijadikan lokasi perlombaan perahu dayang dan juga sering digunakan sebagai tempat untuk melangsungkan upacara atau ritual adat. Di danau ini tersedia perahu kecil yang dapat di sewa oleh pengunjung jika ingin menikmati keindahan danau.
Bukit larua
Sidrap memiliki Bukit Larua. Sebuah bukit yang memiliki pemandangan yang sangat indah. Banyak hal yang dapat disaksikan dari bukit ini. Pemandangan cantik dengan rerumputan hijau alami menjadi ciri khas dari bukit ini. namun jika ingin berkunjung, disarankan untuk untuk berkunjung di pagi hari atau sore hari untuk menghindari sinar matahari. Bukit ini terletak di Larua, Pangkajenne, Kabupaten Sidrap.
Air Terjun Salu Maridi
Sidrap Memiliki Air Terjun Salu Maridi. Sebuah air terjun yang memiliki susunan air yang bertingkat menyerupai “Niagara” yang tersembunyi. Suasana alam yang begitu asri dan hembusan angin segar dari aliran air terjun membuat pengunjung akan merasa betah dan enggan untuk beranjak dari tempat ini. Air terjun ini terletak di Desa Leppangang, Kecamatan Pituriase, Kabupaten Sidrap.
www.itusaya.com