www.itusaya.com/Maggasing merupakan permainan tradisional dari penamaan dalam bahasa Bugis, sedangkan orang Makassar menyebutnya akgasing yang dalam bahasa Indonesia umumnya dikenal dengan bermain gasing. Penamaan permainan ini bersumber dari peralatan yang digunakan dalam bermain yaitu dengan menggunakan gasing.
Asal usul permainan gasing menurut Kuderen dan Mathes dalam “Tot Bijdragen de Etnologie van Zuid Celebes”, berasal dari daerah Sumatera, kemudian berkembang ke daerah-daerah lainnya sesudah Islam, melalui hubungan dagang.
Permaianan ini dapat dimainkan oleh 2—6 orang dan secara umum dimainkan oleh kaum laki-laki, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Permaianan ini dapat dilakukan di mana saja, bisa di halaman rumah ataupun di lapangan pada waktu pagi dan atau sore hari. Peralatan yang digunakan juga terbilang sederhana, hanya sebuah gasing yang terbuat dari kayu yang berkualitas baik, seperti: kayu jati, teras batang nangka, kayu bayam, teras batang jambu dan kepundung.
Kayu tersebut dibentuk dengan garis tengah antara 2,5—4 cm. Bagian bawahnya agak runcing, kemudian ujungnya dibentuk seperti paku dengan tonjolan sepanjang kira-kira 2 mm. Saat ini tonjolan tersebut sebagian besar sudah menggunakan paku besi.
Paku inilah yang nantinya akan menyentuh tanah sewaktu berputar. Peralatan lainnya adalah ulang atau benang yang diameternya sekitar 1 mm dan panjangnya 3 meter. Salah satu ujung benang dibuhul kuat-kuat. Ujung yang lain dikaitkan pada sekerat kayu kecil sebesar lidi yang panjangnya 3 cm. Sekerat kayu ini berfungsi sebagai penahan benang sewaktu gasing dilontarkan.
Ada dua jenis permainan beserta aturannya yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat Bugis, yaitu permainan yang mengutamakan bentuk, keindahan, serta lamanya perputaran dan permainan kompetisi. Pada permainan pertama yang dinilai tidak hanya bentuk, keindahan, ukuran, tinggi badan gasing, kehalusan rautannya dan lamanya putaran, tetapi juga keseimbangannya dalam berputar. Peserta yang paling memenuhi kriteria itu dinyatakan sebagai pemenangnya.
Sedangkan pada permainan kedua lebih mengutamakan keahlian seseorang dalam bermain dan dapat mengeluarkan semua gasing lawan dari lingkaran. Pemain yang dapat melakukannya dianggap sebagai pemenang.
Permainan ini mengandung nilai keserasian dan sekaligus keindahan serta ketangkasan dan kecermatan. Nilai keserasian dan keindahan tercermin dalam pembuatan gasing. Dalam konteks ini gasing tidak hanya dapat berputar, tetapi keserasian bentuk dan keindahan sehingga enak dipandang mata juga diperhatikan. Nilai ketangkasan dan kecermatan tercermin dalam usaha mengeluarkan gasing lawan dari arena (lingkaran permainan). Tentunya ini membutuhkan ketangkasan dan kecermatan. Sebab jika tidak, sulit untuk mengeluarkan gasing lawan dari dalam arena. (pepeng).
Asal usul permainan gasing menurut Kuderen dan Mathes dalam “Tot Bijdragen de Etnologie van Zuid Celebes”, berasal dari daerah Sumatera, kemudian berkembang ke daerah-daerah lainnya sesudah Islam, melalui hubungan dagang.
Permaianan ini dapat dimainkan oleh 2—6 orang dan secara umum dimainkan oleh kaum laki-laki, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Permaianan ini dapat dilakukan di mana saja, bisa di halaman rumah ataupun di lapangan pada waktu pagi dan atau sore hari. Peralatan yang digunakan juga terbilang sederhana, hanya sebuah gasing yang terbuat dari kayu yang berkualitas baik, seperti: kayu jati, teras batang nangka, kayu bayam, teras batang jambu dan kepundung.
Kayu tersebut dibentuk dengan garis tengah antara 2,5—4 cm. Bagian bawahnya agak runcing, kemudian ujungnya dibentuk seperti paku dengan tonjolan sepanjang kira-kira 2 mm. Saat ini tonjolan tersebut sebagian besar sudah menggunakan paku besi.
Paku inilah yang nantinya akan menyentuh tanah sewaktu berputar. Peralatan lainnya adalah ulang atau benang yang diameternya sekitar 1 mm dan panjangnya 3 meter. Salah satu ujung benang dibuhul kuat-kuat. Ujung yang lain dikaitkan pada sekerat kayu kecil sebesar lidi yang panjangnya 3 cm. Sekerat kayu ini berfungsi sebagai penahan benang sewaktu gasing dilontarkan.
Ada dua jenis permainan beserta aturannya yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat Bugis, yaitu permainan yang mengutamakan bentuk, keindahan, serta lamanya perputaran dan permainan kompetisi. Pada permainan pertama yang dinilai tidak hanya bentuk, keindahan, ukuran, tinggi badan gasing, kehalusan rautannya dan lamanya putaran, tetapi juga keseimbangannya dalam berputar. Peserta yang paling memenuhi kriteria itu dinyatakan sebagai pemenangnya.
Sedangkan pada permainan kedua lebih mengutamakan keahlian seseorang dalam bermain dan dapat mengeluarkan semua gasing lawan dari lingkaran. Pemain yang dapat melakukannya dianggap sebagai pemenang.
Permainan ini mengandung nilai keserasian dan sekaligus keindahan serta ketangkasan dan kecermatan. Nilai keserasian dan keindahan tercermin dalam pembuatan gasing. Dalam konteks ini gasing tidak hanya dapat berputar, tetapi keserasian bentuk dan keindahan sehingga enak dipandang mata juga diperhatikan. Nilai ketangkasan dan kecermatan tercermin dalam usaha mengeluarkan gasing lawan dari arena (lingkaran permainan). Tentunya ini membutuhkan ketangkasan dan kecermatan. Sebab jika tidak, sulit untuk mengeluarkan gasing lawan dari dalam arena. (pepeng).