Kali ini penulis akan mencoba mengajak teman-teman untuk menyelami sebuah tradisi yang disebut Andingingi yang menjadi salah satu ritual penting dalam kehidupan suku kajang.
Andingingi merupakan sebuah prosesi yang sakral yang dilakukan oleh warga. Ritual ini biasanya dilakukan di tengah hutan belantara dibawah sebuah pohon beringin besar yang berdiri kokoh di tengah hutan yang disebut Je’ne berang. Ritual ini tidak serta merta dilakukan begitu saja, namun butuh persiapan yang cukup banyak. Ritual ini pun ditandai dengan adanya sesajen berupa makanan yang disajikan. Ratusan orang berpakaian hitam berkumpul, duduk bersila baik laki-laki maupun perempuan. Mereka adalah warga Ammatoa dari suku Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan yang tengah merayakan sebuah ritual yang disebut Andingingi. Sebuah ritual ruwat bumi yang dilaksanakan tiap tahun.
Semua orang yang datang ke lokasi acara pastinya diwajibkan berpakaian hitam tanpa alas kaki. Karena memang dalam kawasan ini kan ada larangan memakai alas kaki. Jadi jangan heran jika teman-teman sebelum masuk kawasan adat ini, harus berjalan tanpa alas kaki. Peserta ritual juga dilarang meludah disembarang tempat, tidak boleh berbicara dan bergerak banyak, yang bisa mengalihkan perhatian pemangku adat yang sedang menyelenggarakan ritual. Pengambilan gambar untuk foto dan video pun hanya diperkenankan setelah pelaksanaan ritual inti.
Pelaksanaan Andingingi biasanya dilaksanakan dalam kawasan yag disebut rambang seppang, di salah satu bagian hutan yang disakralkan. Dalam ritual andingingi ini semua orang diharuskan berpakaian hitam dan melepas alas kaki. Dalam ritual ini akan tersaji banyak makanan khas, yang diolah secara sederhana dan tradisional.
Sebelum pelaksanaan ritual Andingingi. Malam sebelumnya, telah dilakukan ritual yang disebut appalenteng ere’ sebagai ritual persiapan Andingingi. Ritual ini dipimpin langsung oleh kepala suku atau disebut Ammatoa. Lokasinya sama dengan lokasi pelaksanaan ritual Andingingi. Selama acara berlangsung tidak diperkenankan untuk mengambil gambar foto dan video. Penerangan pun hanya menggunakan obor yang terbuat dari potongan bambu.
Ritual Appalenteng ere’ merupakan acara inti dari pelaksanaan Andingingi, karena dipimpin langsung oleh Ammatoa yang melakukan pemberkatan berupa doa-doa. Bahkan semua bahan-bahan atau kelengkapan yang dibutuhkan dalam ritual Andingingi disiapkan pada ritual ini.
Konon katanya, khidmatnya acara ini bisa dilihat dari kondisi langit yang cerah dan suasana yang tiba-tiba terasa damai dan menenangkan. Biasanya setelah pelaksanaan andingingi ini akan disertai dengan hujan deras, percaya atau tidak tapi inilah kenyataannya.
Andingingi bagi masyarakat kajang semacam ritual ruwat bumi dan kehidupan, dimana dalam ritual ini dipanjatkan doa-doa agar dalam setahun ke depan senantiasa diberikan keselamatan dan kesehatan dari Tu Rie’ Ara’na atau Tuhan yang Maha Kuasa.Tujuan dari ritual ini adalah meminta kepada Tu Rie’ Ara’na agar dimudahkan rezeki, dipanjangkan umur dan senantiasa diberikan kedamaian dan dijauhkan dari mara bahaya.
Ritual Andingingi ini dimulai dengan pembacaan doa dari perwakilan adat. Setelah itu dua orang mengitari tempat kegiatan sambil memerciki peserta dengan air yang telah diberkati menggunakan tangkai buah pinang dan sejumlah dedaunan yang diikat jadi satu, yang disebut Pabbe’bese. Sejumlah orang terlihat sengaja menengadahkan wajahnya agar terperciki air tersebut. Setelahnya, beberapa orang akan memoleskan bacca ke jidat dan leher peserta ritual.
Bacca adalah sejenis bedak cair yang terbuat dari tepung beras dicampur kunyit. Di akhir acara disajikan makanan berupa nasi dan daging kerbau menggunakan piring yang terbuat dari daun lontar yang disebut tide. Ada juga sayuran yang disajikan menggunakan wadah yang terbuat dari tempurung kelapa.
Salah satu rangkaian yang dipertunjukkan dalam prosesi Andingini ini adalah Attunu Panroli atau membakar linggis. Ritual ini adalah salah satu mekanisme hukum bagi masyarakat Kajang yang masih diterapkan hingga saat ini. Attunu Panroli adalah salah satu mekanisme penyelesaian perkara di Kajang jika terjadi keraguan siapa pelaku dari pelanggaran tersebut. Kepada pihak berperkara disuruh memegang linggis panas tersebut. Jika tangannya melepuh ketika memegang linggis itu, maka dialah pelakunya. Sedangkan bagi yang bukan pelaku, tidak akan merasakan panasnya linggis tersebut. Meski pada umumnya pelaku tidak mau mengikuti upacara tersebut, sehingga kadang dilanjutkan dengan ritual attunu Passau, yang tingkatannya lebih tinggi.
Setelah atraksi Attunu Panroli tersebut dilanjutkan dengan pementasan tarian Pabitte Passapu, yang merupakan tarian penyambutan dalam tradisi Kajang. Dalam tarian ini digambarkan terjadinya sabung ayam dengan menggunakan passapu atau kain penutup kepala bagi orang Kajang. Di lokasi yang sama juga terdapat pertunjukan tenun dari perempuan suku Kajang.
Komunitas adat suku Kajang hingga saat ini masih sangat ketat dalam menjaga tradisi, termasuk dalam kaitannya dengan menjaga hutan. Kawasan hutan yang disakralkan tak boleh sama sekali dimanfaatkan kecuali sebagai tempat pelaksanaan ritual. Dalam kawasan rambang seppang berlaku banyak larangan-larangan, misalnya tak boleh menggunakan peralatan modern dan tak bisa menggunakan alas kaki ketika berada dalam kawasan ini.
Andingingi sendiri memiliki beberapa macam bentuk, antara lain Andingingi kampong (kampung), Andingingi borong (hutan) dan Andingingi bola (rumah). Tujuannya sama, yang berbeda hanya pada skalanya.
Inilah salah satu dari sekian banyak keunikan yang dimiliki oleh suku Kajang, makanya jika ada waktu yuk, berkunjung langsung untuk menyaksikan kesakralan dari ritual-ritual yang dilakukan oleh suku ini.